Selasa, 08 Juli 2014

KONSUMEN DAPAT MENUNTUT GANTI KERUGIAN



konsumen selalu menjadi pihak yang dirugikan akibat kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

hal ini sungguh menyayat hati ketika melihat SUPERMARKET, iya bukan toko kelentongan kecil yang  memperjualkan produk-produk yang telah kadaluarsa tetapi toko-toko swalayan besar dan sedang di Timor Leste yang pada umumnya memiliki jumlah konsumen yang besar.  Mereka menjual barang-barang kadaluarsa dengan harga murah sehingga menarik minat konsumen, terutama masyarakat kecil dengan penghasilan pas-pasan.

makan kadaluarsa ini memiliki dampak buruk bagi kesehatan diantaranya :
  1. kram di bagian perut
  2. muntah-muntah
  3. demam
  4. pusing 
  5. dehidrasi 
  6. diare

hal ini terjadi pada kasus ringan dan gejalanya dapat terjadi selama beberapa jam, hari atau minggu namum pada kasus-kasus yang lain dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian.
kasus perlindungan konsumen tidak hanya terjadi pada masalah kadaluarsa namun bisa juga akibat bahan-bahan yang digunakan oleh pelaku usaha serta kelalain pelaku usaha pada saat produksi. contoh di bawah ini adalah kasus kelalian dan kesengajaan pelaku usaha pada bahan yang digunakan
suatu kasus yang sempat mendapat perhatian adalah Kasus Biskuit BeracunYaitu ammonitum bikarbonat (bahan pembuat biskuit supaya renyah) tertukar dengan sodium nitrit (sejenis bahan berbahaya) pada waktu pemindahan bahan-bahan tersebut (Oktober 1989)

Korban :
106 selamat dan 35 orang meninggal dunia tersebar pada beberapa tempat (Tangerang, Tegal, Palembang, dan Jambi).
Bentuk penyelesaiannya :
Pengurus dan karyawan CV. Gabisco (Pelaku Usaha dijatuhi hukuman 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun. Putusan Mahkamah Agung tanggal 8 September 1994 No. 675K/PID.B.1990/TN/TNG. Tanggal 1 Agustus 1990.
contoh lain adalah kasus susu bayi asal cina yang mengandung melamin yang menakibatkan gagal ginjal, dan penyait-penyakit tidak lazim lainnya.
melihat pada kasus-kasus diatas serta maraknya kasus pelanggaran hukum yang dilakukan pelaku usaha yang merugikan konsumen terutama dalam pemasaran barang kadaluarsa. konsumen Timor Leste harus tahu langkah apa yang bisa di tempuh untuk melindungi dirinya dan keluarga serta kemungkinan mendapat ganti kerugian.
hingga saat in Timor Leste belum memiliki perundang-undang perlindungan konsumen yang di buat setelah memisahkan diri dengan Indonesia, namun bukan berarti masyarakat Timor Leste tidak dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran terhadap undang-undang perlindungan konsumen. hal ini dikarenakan berdasarkan pada pasal 2 ayat 3 huruf c Undang-undang Republik Demokratis Timr Leste menyatakan bahwa selama belum diatur dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia diberlakukan di Timor Leste.
berdasarkan pada klausula tersebut maka dalam hal terjadi pelanggaran perlindungan konsumen, konsumen di Timor Leste dapat mengajukan gugatan baik pidana maupun ganti kerugiaan.
hal ini sebagaiaman di atur dalam pasal pasal 8. perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha

Pasal 8
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang­undangan;
tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang­undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Dalam pasal 19 mengatur ketentuan ganti kerugian yang diberikan pelaku usaha berupa
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan yang berlaku.
(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
kemudian ketentuan mengenai besarnya ganti kerugian di atur dalam pasal
Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9 Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

kasus-kasus perlanggaran perlindungan konsumen tidak hanya yang tersebut diatas, namum masih banyak larangan-larangan lain seperti infomasi produk atatu iklan yang tidak sesuai, prmosi diskon yang tidak sebenarnya dan lain sebagainya. namum pada kesempatan kali ini penulis memilih untuk membahas kasus kadaluarsa, karena ini merupakan kasus yang marak di jumpai penulis di Timor Leste.