Minggu, 27 Februari 2011

Auguste Comte

Riwayat Hidup

Auguste Comte lahir di Montpellier, Perancis, pada tanggal 17 Januari 1798. Pada tahun 1814-1816 ia masuk pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris, dan kemudian masuk sekolah Kedokteran di Montpellier. Pada bulan Agustus 1817, ia menjadi murid sekaligus sekretaris dari Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon, yang kemudian membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824, Comte meneliti tentang Filosofi Positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan nama Plan de Travaux Scientifiques necessaires pour reorganiser la societe (Rencana Studi Ilmiah untuk Pengaturan Kembali Masyarakat). Namun ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian mulai bergantung pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya. Ia kemudian menikahi Caroline Massin, namun bercerai pada tahun 1842. Pada tahun itu pula, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Cours de Philosophie Positive. Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux. Pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Comte mengalami gangguan kejiwaan. Comte wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857, dan dimakamkan di Cimetiere du Pere Lachaise.

Auguste Comte sebagai Bapak Sosiologi

Comte melihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte, konflik-konflik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca dari apa yang terjadi dalam masyarakat Perancis ketika itu (abad 19). Setelah pecahnya Revolusi Perancis, masyarakat Perancis dilanda konflik antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena masyarakat tidak lagi mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat.
Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala sosial. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum sosial tersebut menjadi sebuah ilmu. Ia hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah Sosiologi. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sosiological Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya Sosiologi, Auguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi

Paham Auguste Comte tentang Ilmu

Auguste Comte menolak untuk menganggap Metafisika sebagai ilmu. Ia berpijak pada 2 anggapan, yaitu :

Pertama, bahwa perkembangan manusia melalui 3 tahap, yaitu Tahap Theologis, Tahap Metafisik, dan Tahap Positif.
Dalam tahap pertama, yang didominasi oleh Pendeta atau Ulama dan kaum militer, manusia menganggap bahwa kejadian dan peristiwa-peristiwa alam terjadi sebagai akibat perbuatan dan kehendak alam gaib (Theologis), baik secara polytheistis atau monotheistis.
Dalam tahap kedua, yang bersifat metafisik, peristiwa-peristiwa itu dijelaskan berdasarkan ide-ide atau tenaga-tenaga yang abstrak. Inilah masa jayanya para ahli filsafat dan sarjana hukum.
Dalam tahap ketiga, manusia dianggap dapat menguasai alam. Oleh karena itu, pada saat itu ia menginjak tahap Positivisme yang membuang jauh-jauh metafisika.

Kedua, bahwa dalam ilmu pengetahuan terdapat suatu hierarki: ilmu yang satu menjadi landasan bagi ilmu yang lain.
Menurut Comte, Ilmu Pasti merupakan ilmu yang kedudukannya paling bawah, diikuti oleh Astronomi, Ilmu Alam, Kimia, Biologi, dan Sosiologi.
Psikologi oleh Comte tidak diakui sebagai suatu ilmu yang tersendiri, sebab objek ilmiahnya sebagian termasuk Biologi, dan sebagian digolongkan ke dalam Sosiologi.


Prof. DR. CFG. Sunaryati Hartono, SH dalam bukunya yang berjudul Penelitian Hukum di Indonesia pada akhir abad ke 20 menyatakan bahwa dalam melanjutkan pemikiran Auguste Comte yang hidup di Abad ke-19 itu, barangkali dalam abad ke 20 ini barangkali dapat kita katakan bahwa 50 tahun terakhir, manusia sudah memasuki tahap ke 4. Pada saat ini manusia menyadari, bahwa sekalipun positivisme banyak sekali jasanya terhadap pengertian alam sekitar manusia, tetapi masih begitu banyak peristiwa alamiah dan manusiawi yang belum dapat diterapkan dengan pendekatan positivismis belaka. Oleh karena itu banyak orang kembali pada Theologi dan metafisika, tanpa mengesampingkan penggunaan metode Positivistis.


Disusun oleh :
Ferly Natalia                          - 205090073
Edwin Binarto                        - 205090082
Victor Nagaputra                    - 205090096
Adelsia Maria A Coelho D       - 205090210
Patricia Ann Winarta              - 205090213